Blue Module

Pembentukan Standarisasi Model Bisnis

Standarisasi model bisnis adalah konsep usaha yang telah konkret berwujud, baik bentuk dan proses pengelolaan usahanya. Model bisnis inilah yang akan diduplikasi kepada pihak lain untuk dimiliki dan dioperasikan secara mandiri sebagai pelaksanaan dari waralaba.

Sebelum memiliki standar model bisnis, kerap dilakukan tahapan-tahapan yang meliputi:

  • Ide bisnis
  • Konsep bisnis, dan akhirnya
  • Model bisnis.

Ide bisnis merupakan gagasan “liar”, dimana hal itu muncul dari antusias atau excitement seorang wirausahawan yang melihat suatu peluang. Ide bisni ini bisa saja workable (bisa direalisasikan), atau mungkin saja tidak masuk akal untuk direaliasikan. Ide bisnis adalah pencetus kreatifitas para wirausahawan ini untuk melakukan tindakan-tindakan selanjutnya.

Konsep bisnis adalah hal yang lebih realistis dari pengembangan ide bisnis. Dari sebuah ide bisnis, dapat dikembangkan untuk gagasan-gagasan yang lebih terukur. Dalam konsep bisnis, mulai diurai rincian dari ide bisnis yang ada. Misalnya, mulai dijabarkan konsep dari tampilan gerainya, konsep penyajiannya, konsep produk atau jasanya, dan lain sebagainya. Konsep bisnis ini umumnya belum terinci dan terangkai, sehingga belum kelihatan bentuk dan urutan prosesnya.

Model bisnis adalah konsep bisnis yang sudah berwujud. Konsep bisnis yang sudah terukur dirangkai dan wujudkan baik secara bentuk maupun proses. Dalam model bisnis, sudah bisa dijabarkan rincian standarisasi bentuk, seperti: ukuran gerai, desain, lokasi, peralatan yang digunakan, jumlah tenaga kerja, dan lain sebagainya; serta juga standarisasi prosesnya, seperti: kegiatan dan proses pemasaran, kegaitan dan proses operasional usaha, serta proses pengelolaan administrasi dan keuangan usaha. Untuk kepentingan mewaralabakan usaha, pada akhirnya standar model bisnis ini perlu dikaji kelayakannya, apakah layak untuk diduplikasi sebagai waralaba? Ataukah lebih baik dikembangkan sendiri sebagai gerai cabang sendiri.

Konsep Bisnis

Konsep bisnis adalah: gagasan-gagasan yang konkret dalam mewujudkan suatu usaha, dengan merujuk pada nilai-nilai usaha, tujuan usaha dan target pasar. Fungsi dari konsep bisnis adalah sebagai pedoman dalam menyusun rencana kerja untuk mencapai target dan tujuan usaha.

Tahap membentuk Konsep/Concept :

  • Landasan usaha: Filosofi, Visi & Misi
  • Tentukan siapa Target Market yang akan menjadi konsumen produk/jasa usaha ini. Baik secara Demografi maupun Geografi.
  • Munculkan Gagasan-Gagasan /Ide-ide disetiap lini usaha yang menjadi konsep dengan mengacu pada Landasan Usaha dan Target Market.

Landasan usaha:

Tetapkan filosofi usaha: Yaitu nilai-nilai dalam menjalankan bisnis ini. Filosofi usaha bersifat permanen dan abadi. Cara menetapkannya bisa dilakukan dengan menelusuri sejarah berdirinya usaha, mempelajari prinsip-prinsip hidup pemilik, dan mendengarkan cita-cita dari pemiliknya. Dari uraian itu bisa dicari benang merahnya yang merupakan nilai-nilai dalam menjalankan bisnis tersebut.

Tetapkan VISI: Bayangkan bisnis tersebut dimasa 30 tahun atau 50 tahun kedepan. Sehingga visi tersebut bukan hanya menjadi visi yang klise, tetapi terlihat dengan konkret. Seperti dibisnis-bisnis jaringan pada umumnya, kita difokuskan untuk mempunyai mimpi yang jelas dan memberikan motivasi. MISI: Tentukan prinsip cara-cara mencapai visi tersebut.

Target Market: semakin detil uraian target marketnya akan membuat pembentukan konsep bisnis menjadi lebih efektif. Demografi target market: Usia (15-25, 25-35, 35-45, 45-55, >55), Sex, Educations, SES (A+, A, B, C), Profesi, Suku, Agama, Interest, dan detil atribut lainnya: bacaan, kendaraan, merek HP, merek pakaian, dll. Perlu juga diamati ‘perilaku target konsumennya’. Geografi target market: radius tempat tinggal dari lokasi outlet, radius tempat kerja, jenis lingkungan tempat tinggal, jarak tempuh ke outlet.

Semakin fokus/sempit rentang target marketnya akan membuat konsep bisnis menjadi lebih sederhana, efektif dan efisien. Semakin melebar rentang target marketnya akan membuat konsep bisnis perlu memfasilitasi rentang target market tersebut, dan media promosi yang digunakan juga akan semakin banyak (atau mahal). Terutama untuk kegiatan below the line (BTL)

Gagasan/Ide-ide, dimana untuk mengawali pembentukan model bisnis umumnya diawali dengan memunculkan konsep-konsep atau ide-ide kreatif (tetapi yang terarah) disetiap lini atau unsur usahanya. à contoh konsep-konsep di dalam unsur bisnis, antara lain:

  • Konsep Produk/Jasa apa yang akan dijual
  • Konsep Pengadaan Bahan Bakunya
  • Konsep Supliernya
  • Konsep Produksinya
  • Konsep Penyajian/Pelayanannya
  • Konsep Desain outletnya
  • Konsep Penyimpanan dan Display produknya
  • Konsep Distribusinya
  • Konsep Pemasaran dan Strategi bisnisnya
  • Konsep Transaksi penjualannya
  • Konsep Pelayanan purna Jualnya (after sales)
  • Konsep Monitoring bisnisnya
  • Konsep Pembiayaannya

Sistem didalam bisnis adalah proses yang teratur urutannya dalam setiap kegiatan. Dalam era moderen seperti saat ini, mungkin ada baiknya jika mengacu pada: proses-proses apa saja yang mungkin untuk dibuat dengan program Teknologi Informasi (IT/komputerisasi).Contoh-contoh sistem, antara lain: sistem pemasaran, sistem produksi, sistem operasional, sistem keuangan, sistem pengelolaan SDM, dan lain-lain.

Orientasi pada pembentukan sistem adalah: efektifitas, efisiensi, dan objective yang terukur (misalnya: Key Performance Index -KPI). Maksudnya adalah, dalam setiap penuyusunan sistem perlu dilihat apa tujuannya. Apakah sistem yang akan disusun tersebut akan meningkatkan efisiensi? Apa ukurannya? Dan siapa yang bertanggung jawab atas pencapaian efisiensi tersebut.

Standarisasi Model Bisnis terdiri dari Standarisasi Bentuk dan Standarisasi Proses di bisnis tersebut. Maka, bila dalam satu usaha terdapat 3 Standarisasi Bentuk atau 3 standarisasi Proses, artinya: bisnis tersebut mempunyai 3 Model Bisnis/business model. Contohnya, bila ada gerai restoran yang mempunyai bentuk ruko, dan ada juga bentuk gerai di mal, serta bentuk gerai warung mandiri, maka restoran tersebut memiliki 3 standar model bisnis.

Standarisasi Proses dalam Unit Bisnis  umumnya dapat dibagi secara sederhana, menjadi 3 proses:

  • Proses pengelolaan Pemasaran (marketing): branding, promosi, dan penjualan.
  • Proses pengelolaan Operasional: penerimaan pelanggan, produksi, penyajian/pelayanan pelanggan, transaksi, dan pembinaan hubungan pelanggan.
  • Proses pengelolaan Administrasi & Keuangan: kesekretariatan, HRD, Legal, General Affair/biro umum, & Keuangan.

Untuk Unit Produksi pengelolaan prosesnya dapat disederhanakan menjadi:

  • Pengelolaan Sumberdaya Bahan Baku (raw material)
  • Proses pengelolaan Produksi
  • Proses Pengelolaan Distribusi

Membentuk organisasi Pemberi Waralaba

Organisasi pemberi waralaba bisa jadi akan berbeda dengan organisasi dari unit operasional usahanya. Untuk menyusun organisasi pemberi waralaba bisa dimulai dengan mencermati fungsi-fungsi dan proses yang akan dilakukan sebagai pemberi waralaba. Ada beberapa hal kegaitan yang mungkin sebelum mewaralabakan usahanya tidak dilakukan oleh calon pemberi waralaba, misalnya saja: saat pemberi waralaba belum mewaralabakan bisnisnya, belum mempunyai bagian atau direktorat yang tugasnya mencari mitra. Atau saat bisnisnya belum diwaralabakan, belum mempunyai organisasi yang khusus bertugas melakukan pengembangan konsep bisnis. Kegiatan mewaralabakan usaha dapat dilihat dari fungsi yang selayaknya dilakukan oleh pemberi waralaba;

Pemberi waralaba tidak akan dapat melakukan dukungan kepada para penerima waralabanya tanpa organisasi yang terstruktur dan strategis. Banyak kasus bahwa pemberi waralabanya tidak memiliki organisasi yang khusus dan bahkan ‘oneman show’. Untuk tahap awal memiliki satu mitra penerima waralaba, mungkin pemberi waralaba masih sanggup untuk memberikan dukungan yang baik. Tetapi pada saat mitra penerima waralabanya bertambah banyak, dengan permasalahan yang semakin besar, maka tidak mungkin lagi pemberi waralaba tersebut dapat memberikan dukungan yang maksimal kepada seluruh penerima waralabanya. Pada situasi khusus, mungkin akan lebih strategis bila pemberi waralaba mempunyai organisasi tersendiri atau bahkan perusahaan tersendiri yang khusus menangani pengelolaan waralaba usahanya.

Kajian Kelayakan Waralaba

Kajian kelayakan waralaba adalah kajian yang memperhitungkan potensi sebuah model bisnis yang sudah berjalan sukses untuk dikembangkan dengan cara duplikasi secara waralaba. Kajian ini memperhitungkan:

  1. Kelayakanan model bisnis tersebut secara mandiri, yang diukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kualitatif juga perlu dilihat rasio bisnisnya, baik untuk tingkat pengembalian modal maupun tingkat keuntungannya.
  2. Perhitungan selanjutnya adalah kajian organisasi Pemberi Waralaba yang telah dirancang perencanaan usahanya. Seperti yang telah diuraikan pada struktur fungsi organisasi pemberi waralaba di atas, perencanaan organisasi waralaba meliputi; pembuatan struktur fungsi dan organisasi pemberi waralaba, perhitungan investasi organisasi pemberi waralaba, perhitungan modal kerja dan biaya operasional  organisasi pemberi waralaba.

Silang biaya dan proyeksi pendapatan antara, kajian model bisnis dan perencanaan organisasi pemberi waralaba. Silang biaya dan pendapatan ini dilakukan secara simulasi yang hasilnya akan memberikan output: biaya waralaba (franchise fee), royalty fee, dan beban biaya-biaya lain yang ideal, baik bagi pemberi waralaba dan penerima waralaba. Selain itu simulasi ini juga akan memperlihatkan target jumlah mitra yang harus direkrut, serta perbandingan kinerja usaha jika dikembangkan dengan waralaba atau dengan membuka cabang sendiri.

Penutup

Materi pembelajaran yang tertera dalam Blue Modul ini adalah materi pembelajaran tahap kedua dari lima modul Franchise Academy Indonesia. Untuk mendapatkan pembelajaran yang komprehensif mengenai franchising, akademisi Franchise Academy Indonesia perlu mengikuti seluruh modul pembelajaran.

atau IKUTI Pelatihan Waralaba Kami