Green Module

Proses Mastery Bisnis

Definisi Mastery Bisnis

Mastery bisnis adalah tahap awal dari calon Pemberi Waralaba dalam mempersiapkan waralaba usahanya. Yang dimaksud dari Mastery bisnis adalah bahwa Pemberi Waralaba, dalam rangka memberikan bimbingan kepada para penerima waralabanya, telah memiliki pengetahuan-pengetahuan yang cukup mengenai dasar-dasar pengelolaan bisnis, dan bahkan kiat-kiat yang jitu untuk membuat bisnis yang akan dimitrakan tersebut dapat berjalan dengan sukses. Hal ini berkaitan erat dengan kriteria “telah terbukti” menguntungkan yang diatur pemerintah dalam kebijakan waralaba. Sehingga dalam menggali mastery bisnis ini diharapkan pemberi waralaba dapat mengetahui persis mengapa usaha yang dijalankan dapat “terbukti sukses”.

Indikator utama bahwa pemberi waralaba telah melakukan mastery bisnis adalah ketika pemberi waralaba menguasai benar A-Z hal yang terjadi dalam bisnisnya serta dapat mengajarkan pengalamannya tersebut kepada penerima waralaba dalam bentuk training maupun dalam bentuk panduan usaha yang tertulis. Pelaku usaha yang telah sukses menjalankan bisnisnya, belum tentu telah mastery, karena tidak jarang ditemui bahwa usaha yang sukses tersebut berjalan dengan sendirinya tanpa diketahui sebab-sebabnya. Proses mencari tahu alasan mengapa suatu bisnis dapatberjalan sukses oleh pelaku usahanya inilah yang dikatakan sebagai proses mastery bisnis. Karena mau tidak mau pelaku usaha perlu menggali lebih dalam untuk mencari tahu alasan mengapa bisnisnya dapat berjalan sukses. Setelah mengetahui alasan mengapa bisnisnya berjalan sukses, maka proses menjadi sukses inilah yang disebut pengalaman (mastery) yang dapat diajarkan kepada penerima waralaba nantinya.

Mastery bisnis dapat dipersiapkan dari teori-teori bisnis yang dikumpulkan dan dipelajari dari literatur-literatur yang resmi dan umum, serta berdasarkan pengalaman-pengalaman bisnis dari Pemberi Waralaba yang telah diuji dan distandarisasi.

Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai pemimpin bisnis, sesungguhnya ada cukup banyak materi yang perlu dipelajari oleh Pemberi Waralaba. Baik itu materi untuk meningkatkan soft skill maupun hard skill. Pemberi waralaba perlu memahami berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan keterampilan bisnis dan juga teknis operasional usahanya. Misalnya saja, Pemberi Waralaba perlu memahami dasar-dasar berbisnis seperti:

  1. Waralaba: Pengelolaan Waralaba
  2. Pengelolaan Pemasaran; termasuk pemahaman mengenai Target Pasar, teknik meningkatkan Brand/Merek/Citra usahanya
  3. Pengelolaan Bisnis dan Organisasi; termasuk strategi bisnis
  4. Pengelolaan Keuangan
  5. Trend Bisnis
  6. Serta hal-hal penguasaan bisnis lainnya, seperti: perijinan usaha, aspek legal, sumber daya manusia, perpajakan, monitoring bisnis dan lainnya

Disamping itu juga Pemberi Waralaba perlu juga memahami soft skill yang mungkin diperlukan oleh para penerima waralabanya dalam menjalankan bisnis waralaba mereka, seperti:

  1. Motivasi bisnis
  2. Pengelolaan hubungan kerja
  3. Leadership
  4. Salesmanship
  5. Service excellent, dan lainnya.

Berikut ini adalah beberapa ulasan materi yang umum diperlukan oleh Pemberi Waralaba dalam mengawali persiapan waralaba usahanya. Materi-materi tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut oleh lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang menggunakan modul waralaba ini, sesuai dengan kurikulum yang dipersiapkan masing-masing.

Pemahaman Waralaba

Waralaba adalah upaya membuat jaringan usaha dengan menduplikasi bisnis yang sudah sukses untuk dimiliki dan dijalankan oleh orang lain.

Dalam peraturan waralaba di Indonesia yang termuat dalam PP no 42 tahun 2007 tentang waralaba dicantumkan bahwa: Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Pendekatan pada pelaksanaannya, waralaba adalah proses melakukan duplikasi usaha saat usaha tersebut telah dijalankan oleh orang/pihak lain.

Kata “franchising” berasal dari bahasa Perancis lama yang berarti “free from servitude” (bebas dari perbudakan). Di masa lampau, di kerajaan Perancis, ada individu/ kelompok tertentu yang diberikan hak (right) dan keistimewaan (privilege) oleh raja-raja Perancis untuk mewakili mereka melakukan fungsi public, misalnya: menghadiri acara tertentu, melakukan kunjungan ke daerah tertentu,  melakukan lobby politik, menerima upeti/ hadiah, memungut pembayaran pajak, dll.

Individu/ kelompok yang memiliki hak dan keistimewaan ini, kemudian, menjadi individu/ kelompok yang sampai tingkat tertentu memiliki kebebasan dan kemandirian relatif terhadap raja. Mereka, misalnya, adalah: kelompok kaum bangsawan, para pemimpin agama, para jenderal, perdana menteri, konsul, dll.

Kata “franchising” kemudian dimasukkan dalam kosa kata bahasa Inggris untuk menunjukkan strategi pemberian hak dan keistimewaan kepada individu/ kelompok tertentu, sedangkan kata “franchise” digunakan untuk menyebut hak dan keistimewaan yang diberikan.

Ditinjau dari aspek ekonomi modern, franchising dianggap merupakan pemberian hak dan keistimewaan kepada perusahaan tertentu untuk mengoperasikan bisnis sesuai peraturan/ persyaratan yang ditentukan pemilik franchise. Sehingga secara sederhana franchising dapat dipahami sebagai, proses pemberian hak yang dilandasi perjanjian hukum dimana pemilik (pemberi waralaba) setuju untuk memberikan hak dan keistimewaan (license) kepada individu/ perusahaan tertentu (penerima waralaba) untuk menjual produk dan atau jasa kepada pihak lain sesuai dengan peraturan/persyaratan/proses dan pengelolaan usaha yang ditentukan pemilik (pemberi waralaba).

Franchising menurut the International Franchise Association adalah:

”a continuing relationship in which the franchisor provides a licensed privilege to do business, plus assistance in organizing, training, merchandising, and management in return for a consideration from the franchisee.” (”hubungan berkesinambungan dimana pemberi waralaba memberikan hak penggunaan untuk mengerjakan usaha, serta bantuan pengaturan, pelatihan, barang dagangan, dan pengelolaan sebagai timbal balik dari yang diberikan oleh penerima waralaba”.

Keuntungan dan kelemahan waralaba

Menjalankan usaha waralaba memberikan banyak sekali keuntungan bagi pemberi waralabanya, antara lain:

  • Pemberi waralaba dapat mengembangkan mereknya dengan lebih cepat dan meluas melalui investasi yang dilakukan oleh para mitra penerima waralabanya.
  • Pemberi waralaba juga mendapatkan keuntungan karena dapat melakukan penetrasi pasar atas produk/jasa yang ditawarkan  dengan cepat dan menyebar melalui gerai para mitra penerima waralabanya.
  • Semakin besar jaringan usaha dan semakin banyak mitra penerima waralaba yang dimiliki, sehingga akan memberikan daya tawar yang tinggi kepada para pemasoknya.
  • Pemberi waralaba juga tidak perlu mempersiapkan organisasi yang besar untuk mengelola gerainya karena pengelolaan gerai dilakukan oleh para penerima waralaba yang juga memiliki para pegawainya sendiri.
  • Pemberi waralaba hanya perlu melakukan pengelolaan mendukung para penerima waralabanya agar sukses, dan dia akan menerima passive income dari royalty fee yang dibayarkan para mitra penerima waralabanya.

Beberapa kelemahan dari waralaba umumnya datang dari prosesnya yang birokratis. Untuk menjaga standar yang perlu diterapkan oleh seluruh jaringan gerainya, maka setiap kebijakan baru dari usahanya perlu dilakukan dengan prosedur yang baku. Pemberi waralaba juga tidak bisa terlalu fleksibel dalam melakukan pengaturan dan penyesuaian pada setiap gerainya, karena masing-masing gerai dimiliki dan dioperasikan oleh para penerima waralaba. Pada umumnya kekakuan seperti ini tidak disukai oleh para pengusaha yang selalu ingin dinamis, inovatif dan cepat dalam melakukan manuver-manuver bisnis untuk menanggapi peluang pasar.

Pengelolaan Pemasaran

Pemberi waralaba perlu memiliki wawasan yang luas mengenai pengelolaan pemasaran yang bersifat global. Pemahaman manajemen pemasaran akan membantu para penerima waralaba yang awam akan bisnis dan menggantungkan program-program pemasarannya pada pemberi waralaba.

Manajemen Pemasaran adalah penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program yang bertujuan menimbulkan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk mencapai tujuan perusahaan (Kotler, 1980).

Kegiatan pemasaran:Pada umumnya kegiatan pemasaran terdiri dari:

  1. Promosi
  2. Penjualan

Promosi adalah kegiatan meningkatkan perhatian terhadap produk/jasa atau informasi lainnya yang mengajak calon konsumen untuk membeli atau hanya sekedar memberikan perhatian lebih.

Sedangkan Penjualan adalah kegiatan menawarkan barang/jasa yang mempunyai tujuan akhir agar konsumen melakukan transaksi pembelian.

Mengkombinasikan kedua kegiatan ini, maka ada juga kegiatan yang disebut promosi penjualan yang memang merupakan kegiatan untuk meningkatkan perhatian konsumen terhadap produk/jasa yang ditawarkan, sekaligus memotivasi konsumen tersebut untuk langsung membeli produk/jasa yang ditawarkan.

Sebenarnya ada kegiatan lain dalam pemasaran yang bertujuan untuk meningkatkan keterikatan konsumen terhadap produk/jasa atau bahkan bisnisnya, baik dalam upaya meningkatkan loyalitas maupun pengalaman (experience), yaitu “Branding”.

Pada masa-masa awal pengorganisasian pemasaran, Branding menjadi bagian dari kegiatan promosi. Tetapi dengan berkembangnya orientasi usaha terhadap pasar, maka kegiatan branding menjadi tidak hanya sekedar bagian promosi, tetapi sudah menjadi kegiatan menyeluruh yang berorientasi kepada pengalaman (experience) konsumen terhadap barang/jasa dan bahkan keseluruhan bisnis tersebut.

Butir-butir penting dalam pemasaran antara lain:

  1. Penentuan target pasar
  2. Strategi pencapaian dan penguasaan target pasar

Pengelolaan Operasional bisnis dan administrasi

Situasi kompetisi dalam pengelolaan bisnis dapat diibaratkan berkancah dalam medan perang. Setiap pemilik bisnis perlu paham betul posisinya dalam “medan perang” bisnisnya. Dalam ilmu manajemen hal ini disebut ‘business positioning’. Dengan memahami posisi bisnisnya, baik terhadap kompetitor dan konsumennya, maka pengelolaan bisnisnya dapat menentukan strategi-strategi yang perlu dilakukan untuk ‘memenangkan’ perang bisnisnya.

Posisi bisnis di kancah persaingan, antara lain:

  1. Posisi sebagai “pemimpin” pasar, dalam hal ini perusahaan tersebut paling unggul di industrinya (untuk suatu wilayah tertentu).
  2. Posisi sebagai “pengikut (follower)”, dimana perusahaan tersebut mungkin diurutan kedua atau ke tiga, dan perlu mengejar posisinya menjadi yang pertama.
  3. Posisi “diurutan bawah”, dimana usaha tersebut menikmati pasar yang kecil dan perjuangannya adalah mempertahankan konsumennya serta mencari-cari kesempatan mengambil pasar dari pesaing.

Ada dua strategi pemasaran dalam situasi berbisnis:

  1. Strategi Menyerang, dan
  2. Strategi Bertahan

Secara umum bisa membayangkan bagaimana itu Strategi Menyerang yang tentunya dilakukan oleh follower dan posisi bawah.

Follower tentunya akan lebih agresif untuk menyerang pemimpin pasar. Pengelolaan bisnis untuk posisi ini tentunya akan membutuhkan program-program yang sangat ampuh serta penanganan oleh tim yang profesional. Strategi ini juga akan memberikan perhatian yang khusus kepada proses-proses yang efisien.

Untuk usaha yang posisinya di bawah, strategi menyerangnya umumnya dilakukan dengan “gerilya” dan membuat serangan-serangan melambung. Dengan posisi seperti ini, perusahaan akan mencoba mengambil sedikit-sedikit pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan di atasnya. Pengelolaan bisnis untuk usaha ini akan tetap menjaga efisiensinya dengan membuat program-program yang inovatif. Pemberi waralaba perlu memahami betul kiat-kiat pengelolaan bisnis, baik untuk pengelolaan organisasi bisnisnya maupun dalam upaya membantu para penerima waralabanya mengelola bisnisnya dan akhirnya memberikan kesuksesan bagi semua pihak.

Pengelolaan Keuangan

Sebagai pemberi waralaba diperlukan pemahaman mendasar akan konsep-konsep keuangan dan akuntansi untuk menjadi kompetitif dalam mengelola bisnisnya. Disamping itu pemberi waralaba juga berkepentingan memberikan nasehat dan bimbingan kepada para penerima waralabanya dalam pengelolaan keuangan yang efektif agar bisnis mereka bisa berjalan dengan efisien serta lancar. Semakin sukses para penerima waralabanya, maka akan semakin sukses pula bisnis dari pemberi waralabanya.

Hal-hal mengenai keuangan yang perlu dipahami oleh pemberi waralaba dan juga penerima waralaba dalam berbisnis, antara lain:

  1. Mengetahui mengenai ‘istilah-istilah’ keuangan yang umum. Misalnya saja, apa itu ‘debet’ dan ‘kredit’ dalam pengelolaan keuangan. Atau istilah ‘aktiva’: yang maksudnya adalah sumberdaya ekonomi yang dimiliki perusahaan, misalnya: tanah, mesin, peralatan serta lainnya. Dan istilah ‘pasiva’: yang maksudnya adalah sumber daya yang harus dibayar oleh perusahaan, misalnya hutang perusahaan. Istilah ‘nilai buku/ nilai pasar’, yaitu nilai aktiva atau pasiva yang ada dalam laporan keuangan, atau yang ada dipasaran.
  2. Membaca laporan keuangan yang terdiri dari arus kas (cashflow), laba/rugi (income statement atau profit & loss), serta neraca (balance sheet). Laporan arus kas adalah alat bantu yang digunakan perusahaan untuk mengatur dana yang nyata. Laporan arus kas pada periode tertentu menginformasikan jumlah uang yang ada pada kas pada periode tersebut (baik kas bank dan termasuk wadah penyimpanan kas lainnya). Tetapi  surplus pendapatan di laporan laba/rugi belum tentu ada uang tunainya di kas, hal ini disebabkan bahwa laporan laba/rugi hanya merupakan perhitungan ‘pengakuan saja’ atau yang biasa disebut ‘akrual’. Dalam laba/rugi akan memperhitungkan pengakuan jumlah uang yang mungkin belum diterima (misalnya: hasil penjualan dengan cara pembayaran diangsur). Atau juga angka pengeluaran yang hanya ‘diakui’ tetapi tidak benar-benar dikeluarkan uangnya (misalnya: biaya depresiasi atau amortisasi). Neraca usaha digunakan untuk melihat status perusahaan yang menunjukan berapa besar kekayaan perusahaan dan berapa besar kewajiban-kewajiban perusahaan pada periode tertentu. Catatan mengenai harta perusahaan, seperti: tanah, peralatan, uang tunai, piutang dan lainnya terlihat pada neraca untuk satu periode tertentu. Demikian juga besarnya kewajiban-kewajiban perusahaan, seperti: hutang dan pembayaran-pembayaran yang belum jatuh tempo. Neraca memberikan gambaran kondisi keuangan perusahaan pada waktu tertentu.
  3. Memperhitungkan rasio-rasio keuangan untuk melakukan analisa dalam rangka mengetahui ‘kesehatan’ sebuah usaha. Misalnya saja, dalam sebuah usaha seringkali dianalisa tingkat kemampuan usaha tersebut dalam membayar kewajiban-kewajibannya, yaitu melihat perbandingan antara aktiva lancarnya (uang tunai, serta harta-harta yang likuid lainnya) dibandingkan dengan jumlah hutang-hutang perusahaan yang jangka pendek. Biasanya analisa ini disebut Quick Ratio atau analisa cepat. Ada beberapa analisa lain yang dilakukan dengan perbandingan atau rasio-rasio dari angka-angka dalam neraca.
  4. Memahami standar industri, misalnya untuk melihat apakah tingkat keuntungan yang didapatkan pada sebuah bisnis sudah cukup menarik menurut industrinya. Sebuah usaha restoran yang memiliki laba kotor sebesar 50% ternyata mungkin masih terlalu kecil bagi standar industrinya yang rata-rata memiliki laba kotor sebesar 65%.

Beberapa hal yang kerap sulit untuk dipahami oleh orang awam yang bukan orang yang mahir keuangan adalah memahami tentang metoda penyusutan (baik itu depresiasi maupun amortisasi). Pemberi waralaba, sekalipun bukan orang yang mahir tentang keuangan, pasti akan dituntut juga untuk dapat menjelaskan kepada para penerima waralabanya.

Penutup

Materi pembelajaran yang tertera dalam Green Modul ini adalah materi pembelajaran tahap pertama dari lima modul Franchise Academy Indonesia. Untuk mendapatkan pembelajaran yang komprehensif mengenai franchising, akademisi Franchise Academy Indonesia perlu mengikuti seluruh modul pembelajaran.

atau IKUTI Pelatihan Waralaba Kami